Perkumpulan Elang, 2022. Perkumpulan Elang mendesak Gubernur Riau, Syamsuar, melakukan percepatan capaian Perhutanan Sosial (PS). Elang menilai Syamsuar tidak serius dalam melakukan percepatan PS di Riau. Hal ini terlihat dari capaian yang sangat rendah jika dibandingkan peluang yang ada pada Peta Indikatif Areal Perhutanan Sosial (PIAPS). Hingga maret 2022, capaian PS di Riau hanya seluas 127.455,26 hektar dengan jumlah SK sebanyak 86 unit. Sementara PIAPS Provinsi Riau tercatat seluas 1.297.843 hektar. Dengan demikian, capaian PS di Riau hingga 2022 kurang dari 10% dari PIAPS yang ada. Dibandingkan 33 provinsi lainnya yang memiliki potensi PIAPS, Riau termasuk provinsi paling rendah capaian PS-nya. Padahal, perhutanan sosial merupakan salah satu peluang bagi rakyat mengelola kawasan hutan secara lestari untuk meningkatkan kesejahteraannya.
Kelompok Kerja Percepatan Perhutanan Sosial (POKJA PPS) yang dibentuk Syamsuar sebagai perangkat yang bertugas melakukan akselerasi percepatan capaian PS hingga hari ini tidak dapat berjalan sebagaimana mestinya. Persoalan anggaran menjadi salah satu kendala Pokja PPS melakukan kerja-kerjanya. Pemerintah Provinsi Riau melalui Dinas LHK selalu beralasan tidak memiliki anggaran untuk membiayai operasional Pokja PPS. Direktur Perkumpulan Elang, Janes Sinaga, mengatakan bahwa persoalan anggaran seharusnya tidak menjadi kendala bagi Provinsi Riau, mengingat ada beberapa sumber pendanaan yang bisa dimaksimalkan.
“Kita melihat ada beberapa potensi pendanaan yang bisa digunakan oleh pemerintah provinsi untuk melakukan percepatan capaian PS di Riau, salah satunya adalah dana DBH DR yang selama ini mengendap di kas daerah baik kabupaten/kota maupun di provinsi,” ungkap Janes.
Menurut Janes, gubernur harus mulai serius melakukan percepatan perhutanan sosial dan pemulihan lingkungan sebagaimana yang selama ini digaungkan dalam program Riau Hijau. Keseriusan ini harus terlihat dalam bentuk alokasi anggaran dan pendampingan masyarakat. Di lapangan, masih banyak masyarakat yang terlibat konflik agraria karena keterbatasan akses kelola terhadap kawasan hutan. Jangan sampai masyarakat yang berada di kawasan hutan selamanya terjebak pada konflik agraria dan tidak memiliki ruang hidup akibat ketidakseriusan pemerintah daerah.
Sementara itu, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) melalui Surat Edaran Nomor 2/MENLHK/SETJEN/SET.1/2/2022 menghimbau kepada gubernur dan bupati/walikota se-Indonesia untuk melakukan percepatan penggunaan dana DBH DR. Hingga 2021, tercatat ada 4,1 trilyun rupiah dana DBH DR yang belum dimanfaatkan oleh daerah se-Indonesia. Dalam surat edarannya, KLHK menetapkan pemberdayaan masyarakat dan perhutanan sosial sebagai salah satu prioritas untuk dilaksanakan. Beberapa kegiatan yang dapat dilakukan dalam rangka percepatan PS melalui DBH DR adalah fasilitasi penyiapan akses legal PS termasuk operasional Pokja PPS, fasilitasi usulan izin PS, pendataan potensi konflik tenurial dan hutan adat, fasilitasi peningkatan kelas Kelompok Usaha Perhutanan Sosial (KUPS) serta pengembangan usaha ekonomi produktif masyarakat desa di sekitar kawasan hutan.
Provinsi Riau sendiri memiliki potensi DBH DR tahun 2022 sebanyak RP 17.097.853.367 yang terdiri dari sisa DBH DR 2021, alokasi DBH DR 2021 dan alokasi DBH DR 2022 (Sumber: Kemenkeu dan Perpres APBN). Perkumpulan Elang menilai pemerintah provinsi memiliki anggaran yang sangat memadai untuk menggesa capaian PS di Riau demi meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Terlebih tahun ini KLHK menargetkan capaian PS di Riau hingga 500.000 hektar.
“Dengan potensi pendanaan tersebut, alasan tidak ada anggaran untuk percepatan PS sudah tidak relevan lagi. Demi kepentingan rakyat, Syamsuar harusnya memprioritaskan pengunaan DBH DR untuk perbaikan lingkungan serta memfasilitasi masyarakat memperoleh akses kelola melalui perhutanan sosial, terlebih KLHK juga mendorong hal tersebut sebagai kegiatan prioritas penggunaan DBH DR,” tutup Janes.