Perkumpulan Elang, 29 November 2021. Kamis, 25 November 2021, IPB bersama Pusat Kajian dan Advokasi Konservasi Alam (PUSAKA KALAM) taja seminar nasional dengan judul Permasalahan, Prospek dan Implikasi Sawit Sebagai Tanaman Hutan. Prof. DR. Ir. Yanto Santosa, DEA, dewan pakar PUSAKA KALAM sekaligus dosen aktif di Institut pertanian Bogor (IPB) bertindak sebagai ketua panitia. Seminar ini merupakan rangkaian upaya menjadikan tanaman kelapa sawit yang termasuk dalam genus Elaeis sebagai tanaman hutan.
Perkumpulan Elang menolak upaya menjadikan sawit sebagai tanaman hutan. Ini akan mengancam keberadaan beberapa kawasan yang masih memiliki tutupan hutan alam yang cukup baik di Provinsi Riau. Sebagaimana diketahui, sawit merupakan salah satu komoditas yang menyebabkan hilangnya hutan alam di Riau. Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Provinsi Riau menyebut luas kawasan hutan Provinsi Riau seluas 5,38 juta hektar dan seluas 1,89 juta hektar telah ditanami sawit. Artinya, sawit menyumbang 35% deforestasi atau hilangnya tutupan hutan di Provinsi Riau hingga saat ini. Dengan dijadikan sebagai tanaman hutan, potensi ekspansi kebun sawit ke dalam kawasan hutan menjadi semakin besar.
Berdasarkan analisis citra satelit 2020, sisa hutan alam di Riau hanya tersisa kurang dari 1,5 juta hektar. Sebagian besar ekosistem hutan yang masih sangat baik berada di dua bentang alam, Semenanjung Kampar dan Kerumutan. Bentang alam Semenanjung Kampar yang terletak di antara Sungai Siak dan Sungai Kampar memiliki tutupan hutan seluas 385.807 hektar, terdiri dari hutan rawa primer dan sekunder, mangrove dan belukar. Bentang alam Kerumutan yang terletak diantara Sungai Kampar dan Sungai Indragiri memiliki tutupan hutan seluas 427.006 hektar, terdiri dari hutan rawa primer, belukar rawa, hutan rawa sekunder dan mangrove. Perkumpulan Elang mencatat, selain illegal logging, ancaman serius yang dihadapi oleh kedua bentang alam ini ialah alih fungsi lahan menjadi kebun kelapa sawit. Salah satunya, PT Uniseraya yang berada di bentang alam semenanjung Kampar saat ini tengah mengajukan izin perubahan komoditas dari sagu menjadi kelapa sawit pada lahan HGU mereka yang eksistingnya adalah hutan rawa gambut. Hal ini menjadi ancaman serius terhadap kelestarian hutan dan lahan gambut di bentang alam Semenanjung Kampar.
“Perkumpulan Elang menolak sawit dijadikan tanaman hutan. Sawit adalah tanaman perkebunan yang ditanam secara monokultur yang menjadi penyebab rusaknya keanekaragaman hayati ekosistem hutan, yang mana, salah satu cirikhas ekosistem hutan adalah keanekaragaman hayati tersebut. Terlebih lagi, jika sawit di tanam pada lahan gambut dengan membangun kanal, menjadikan gambut kering dan rawan terbakar. Selain itu, Menjadikan sawit sebagai tanaman hutan akan mengancam ekosistem hutan alam yang masih baik di dua landscap, Semenanjung Kampar dan Kerumutan.” Ungkap Janes Sinaga, Direktur Eksekutif Perkumpulan Elang.