Close

Perkumpulan Elang Apresiasi Pencabutan Izin Konsesi PT Bhara Induk Oleh Kementerian LHK

Perkumpulan Elang mengapresiasi komitmen pemerintahan Joko Widodo dengan pencabutan ratusan konsesi di kawasan hutan oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan melalui Keputusan Menteri LHK SK.01/MENLHK/SETJEN/KUM.1/1/2022 tentang Pencabutan Izin Konsensi Kawasan Hutan. Salah satu konsesi yang masuk dalam SK pencabutan tersebut adalah izin Hak Pengelolaan Hutan (HPH) milik PT Bhara Induk di Desa Simpang Gaung, Kabupaten Indragiri Hilir, Provinsi Riau. PT Bhara Induk beroperasi di Desa Simpang Gaung sejak tahun 1999 mengantongi izin dari Menteri kehutanan dengan nomor SK.802/Kpts-VI/99 dengan luas konsesi sebesar 47.689 hektar. Jangka waktu berlaku izin yang diperoleh Bhara Induk untuk menebang kayu alam di Desa Simpang Gaung adalah selama 55 tahun,  terhitung sejak 27 Juli 1998 sampai dengan 27 Juli 2053.

Menurut Masyarakat, sejak tahun 2003 PT Bhara Induk tidak lagi melakukan kegiatan operasional di konsesinya. Konsesi yang terlantar dan tanpa ada pengawasan menyebabkan terjadinya aktifitas ilegal logging secara massif di kawasan tersebut serta kebakaran hutan dan lahan. Aktifitas illegal logging tersebut dikhawatirkan menjadi ancaman terhadap kawasan konservasi Suaka Margasatwa Kerumutan yang berdekatan dengan konsesi.

Pemerintah Desa bersama masyarakat Simpang Gaung dengan didampingi Perkumpulan Elang, sejak tahun 2016 hingga 2021 telah berupaya mengajukan permohonan hak kelola di kawasan yang diterlantarkan oleh PT Bhara Induk melalui Perhutanan Sosial serta pengajuan enclave terhadap kawasan pemukiman dan perkebunan masyarakat agar dikeluarkan dari konsesi. Hal ini dilakukan mengingat sebagian besar Desa Simpang Gaung menjadi bagian dari konsesi, bahkan fasilitas umum dan kantor pemerintahan juga masuk ke dalam areal izin. Selain itu, kebutuhan masyarakat terhadap wilayah kelola yang semakin sempit juga menjadi alasan pengajuan hak kelola. Mayoritas masyarakat Desa Simpang Gaung menyambung hidup dengan berkebun kelapa, sementara itu sebagian besar kebun kelapa masyarakat berada dalam izin HPH Bhara Induk. Disamping itu, pemerintah desa berkeinginan untuk mempertahankan hutan alam yang masih tersisa untuk kelestarian lingkungan. Dengan adanya hak kelola, pemerintah desa lebih mudah melakukan pengawasan terutama terhadap aktivitas ilegal loging yang marak terjadi hingga hari ini.

Perkumpulan Elang bersama masyarakat mengantarkan langsung permohonan usulan perhutanan sosial dengan skema hutan desa ke Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) melalui Dirjen Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan (PSKL). Dalam surat permohonan tersebut, masyarakat Simpang Gaung juga mengusulkan model pengelolaan keseluruhan kawasan konsesi PT Bhara Induk sebagai berikut:

  1. Mengalokasikan 11.000 hektar untuk Perhutanan Sosial dengan skema hutan desa
  2. Mengalokasikan 14.000 hektar enclave untuk pemukiman
  3. Mengalokasikan 22.689 hektar untuk kawasan lindung

Kepala Desa Simpang Gaung, Syamsul menyambut baik kabar pencabutan izin PT Bhara Induk. Ini menjadi kabar yang telah lama ditunggu oleh masyarakat Desa Simpang Gaung. “Tentu terimakasih kepada pemerintah yang telah memperhatikan permohonan kita, dengan pencabutan izin PT Bhara Induk ini masyakat ingin menggunakan lahan tersebut sesuai aturan yang telah di tetapkan oleh pemerintah,” ujar Syamsul. “Seperti yang kita ajukan ,pemerintah desa  tetap berkomitmen dengan 2 permintaan, yang pertama inclave atas kebutuhan masyarakat, yang ke dua  mengikuti program dari pemerintah yang bisa kita laksanakan untuk eks Bhara Induk tersebut, seperti Perhutanan Sosial sesuai apa yang kita rumuskan bersama teman teman Perkumpulan Elang,” lanjut Syamsul.

Direktur Perkumpulan Elang, Janes Sinaga juga menyampaikan pencabutan Izin konsensi HPH PT Bhara Induk menjadi momentum baik bagi perjuangan masyarakat Desa Simpang Gaung untuk mendapatkan legalitas atas wilayah kelola yang mereka usahakan selama ini. “Pencabutan konsesi Bhara Induk menjadi solusi bagi masyarakat untuk dapat melakukan penataan ruang wilayah kelola masyarakat dan wilayah desa , dan pengelolaan kawasan hutan secara berkelanjutan sehingga mampu meningkatkan kesejahteraan dan pemulihan lingkungan,” kata Janes.

Pencabutan izin PT Bhara Induk ini juga menjadi perhatian berbagai pihak. Berdasarkan informasi yang diperoleh Perkumpulan Elang, ada dua perusahaan besar sedang mengajukan izin baru terhadap kawasan eks PT Bhara Induk dengan skema Restorasi Ekosistem. “Tentu kita berharap bahwa pemerintah lebih mengutamakan kepentingan masyarakat daripada memberikan kembali areal konsesi tersebut kepada perusahaan dan Kementerian LHK segera memprioritaskan usulan masyarakat Desa Simpang Gaung. Usulan yang selama ini disampaikan agar segera ditindaklanjuti sehingga masayarakat mendapatkan kepastian hukum terhadap wilayah kelolanya,” tutup Janes.

Related Posts