Perkumpulan Elang, 2022. Perkumpulan Elang mendorong upaya penyelamatan dan pemulihan bentang alam Semenanjung Kampar-Kerumutan secara kolaboratif dengan melakukan Focus Group Diskusi (FGD) bersama para pihak di Provinsi Riau pada 10 Juni 202j. FGD ini diikuti oleh unsur Non Government Organization (NGO), akademisi serta media yang ada di Pekanbaru bertujuan untuk menggalang masukan dalam menyusun konsep penyelamatan dan pemulihan ekosistem Semenanjung Kampar-Kerumutan. Penyelamatan dan pemulihan dua landscape ini dipandang penting karena merupakan hamparan gambut dan mangrove terluas yang terancam rusak akibat aktifitas illegal di dalamnya. Hal ini juga merupakan bentuk kontribusi Riau dalam upaya mencapai target NDC Indonesia melalui sector kehutanan dan penggunaan lahan (Folu) guna menahan kenaikan suhu bumi yang dapat mengakibatkan krisis iklim global.
Edfan Darlis, Badan Pengurus Perkumpulan Elang dalam paparannya menyampaikan latar belakang pentingnya penyelamatan dan pemulihan dua landscape ini. Luas lahan gambut di Riau mencapai 5.355.774 ha atau 55,76% dari luas lahan gambut yang ada di Sumatera. Sebagian besar lahan gambut tersebut berada di bentang alam Semenanjung Kampar-Kerumutan. Selain itu, ada hamparan hutan mangrove yang membentang di sepanjang pantai timur Semenanjung Kampar-Kerumutan. Dua ekosistem ini memiliki potensi penyerapan karbon yang sangat besar jika kondisinya dapat terjaga dengan baik.
“Gambut dan mangrove menjadi dua kata kunci yang sangat penting untuk kita jaga kelestariannya jika Indonesia ingin mencapai target Folu Net Sink di tahun 2030. Ekosistem Semenanjung Kampar-Kerumutan memiliki hamparan gambut dan mangrove yang sangat besar, dua landscape ini perlu menjadi perhatian serius bagi semua pihak,” ujar Edfan.
Disamping itu, keterlibatan masyarakat juga menjadi point penting dalam upaya penyelamatan dan pemulihan Semenanjung Kampar-Kerumutan. Masyarakat sekitar hutan harus terlibat langsung sebagai aktor kunci, agar upaya yang dilakukan dapat berjalan dengan baik.
“Sasaran dari semuanya ini adalah kita mensinergikan antara mempertahankan kawasan hutan sehingga emisi karbon dapat ditekan juga tetap kita melibatkan masyarakat, secara ekonomi tentunya. Karna selama ini perjuangan kita untuk melindungi hutan sering gagal karena keterlibatan masyarakat sangat minim,” tambah Edfan.
FGD yang dilakukan di Kantor Perkumpulan Elang juga dihadiri oleh Jaringan Kerja Penyelamat Hutan Riau (jikalahari). Okto Yugo, Wakil Koordinator jikalahari menyoroti potensi hutan alam yang berada di dalam konsesi perusahaan Hutan Tanaman Industri (HTI). Data Jikalahari menyebutkan, terdapat lebih dari 200.000 hektar tutupan hutan alam yang masih baik berada dalam konsesi perusahaan tersebut.
“Eksisting tutupan hutan alam yang ada di dalam konsesi perusahaan di Semenanjung Kampar-Kerumutan perlu kita advokasi bersama agar tidak dilakukan penebangan. Karena jika kita berbicara tentang capaian Folu Net Sink 2030, yang paling penting adalah bagaimana mencegah deforestasi terjadi di sana,” ujar Okto.
Hasil FGD ini diharapkan dapat melahirkan satu konsep yang menjadi bahan advokasi bersama seluruh elemen di Provinsi Riau berkolaborasi dalam upaya penyelamatan dan pemulihan bentang alam Semenanjung Kampar-Kerumutan. Perkumpulan Elang mengajak semua pihak untuk turut serta dalam mendorong upaya tersebut.
Jay Jasmi, Deputi Perkumpulan Elang menyampaikan bahwa konsep yang disusun ini nantinya juga akan disampaikan pada pemerintah daerah, terutama pemangku wilayah administrasi bentang alam Semenanjung Kampar-Kerumutan. Ada empat kabupaten yang menjadi wilayah administrasi Semenanjung Kampar-Kerumutan yaitu Pelalawan, Siak, Indragiri Hulu dan Indragiri Hilir.
“Kita akan meminta komitmen kepala daerah empat kebupaten tersebut untuk mendukung upaya penyelamatan dan pemulihan bentang alam Semenanjung Kampar-Kerumutan,” pungkas Jasmi menutup FGD tersebut.
Narahubung:
Jasmi (Deputi) 0813 6524 6225
Besta (Manager Kampanye dan Advokasi) 0812 7696 1806