SK Pokja PPS Provinsi Riau Nomor: kpts. 189/II/2023 tentang Pembentukan Kelompok Kerja Perhutanan Sosial Provinsi Riau berakhir februari lalu. Sejak saat itu, Gubernur Riau belum menunjukkan perhatian serius untuk segera memperbarui SK agar Pokja PPS Riau dapat menjalankan fungsi sebagaimana mestinya. Dalam Permen LHK No 9 tahun 2021 tentang Pengelolaan Perhutanan Sosial, disebutkan bahwa Pokja PPS adalah kelompok kerja provinsi yang membantu kegiatan percepatan akses dan peningkatan kualitas pengelolaan perhutanan sosial. Permen ini menjelaskan peran penting Pokja PPS dalam mengakselerasi pengelolaan perhutanan sosial di level provinsi. Untuk itu, Gubernur Riau mestinya memberikan perhatian serius terhadap keberadaan Pokja PPS agar implementasi perhutanan sosial di Riau berjalan dengan baik.
Perkumpulan Elang mendesak Gubernur Riau segera memperbarui surat Keputusan pembentukan kelompok kerja perhutanan sosial yang sudah kadaluarsa. Disamping akselerasi perluasan dan pengelolaan Perhutanan Sosial, Perkumpulan Elang menilai keberadaan Pokja ini dapat membantu kerja-kerja Gubernur Riau yang belakangan terlihat intens melakukan upaya-upaya kepedulian terhadap lingkungan, termasuk isu penguasaan kawasan hutan. Keberadaan Pokja PPS dapat dijadikan instrument untuk memastikan wilayah kelola masyarakat mendapat kepastian hukum dan memberikan manfaat ekonomi melalui proses pendampingan.
“Kelompok Kerja Percepatan Perhutanan Sosial mempunyai peran sangat penting dalam mengakselerasi pengelolaan perhutanan sosial di Provinsi Riau. Untuk itu, Gubernur harus memberikan perhatian serius dan segera mengeluarkan SK terbaru agar Pokja dapat menjalankan tugasnya,” ujar Besta Junandi, Direktur Perkumpulan Elang.
Gubernur Riau, Abdul Wahid belakangan juga aktif mencari pendanaan lingkungan hidup melalui mekanisme REDD+ dan skema pendanaan karbon. April lalu, Wahid mendatangi Menteri Lingkungan Hidup dalam rangka mempercepat realisasi dana Result Base Payment (RBP) yang telah dianggarkan oleh Menteri LHK zaman Siti Nurbaya. Riau memperoleh alokasi sebesar 2 juta USD dalam SK yang dikeluarkan tahun 2023 itu. Terbaru, Wahid hadir dalam forum international REDD+ bertajuk “Peluang Investasi REDD+: Penawaran dan Permintaan” yang digelar di London pada Juni 2025. Wahid hadir di London membawa program Green for Riau yang digadang-gadang sebagai program Pemprov Riau untuk kelestarian lingkungan.
Perkumpulan Elang mengapresiasi inovasi yang dilakukan gubernur dalam mencari peluang pendanaan lingkungan di tengah efisiensi yang mendera pemerintah daerah. Akan tetapi, Gubernur Riau juga perlu memastikan pendanaan berbasis lingkungan ini menyentuh hingga ke level tapak, manfaatnya dirasakan oleh masyarakat yang berada di barisan terdepan dalam mempertahankan dan melestarikan hutan untuk menurunkan emisi gas rumah kaca. Keberadaan Pokja PPS akan sangat strategis dalam menjembatani program dan pembiayaan global ke masyarakat di tingkat tapak.
“Ke depan, Gubernur Riau dapat menggunakan Pokja PPS sebagai instrument membantu implementasi program REDD+ yang didanai global untuk memastikan manfaat pendanaan tersebut sampai ke level tapak, ke kelompok-kelompok Masyarakat Pengelola Perhutanan Sosial,” tambah Besta.
Keberadaan Pokja PPS juga masih sangat penting dalam mencapai target perluasan Perhutanan Sosial di Riau yang jauh dari target yang dialokasikan Pemerintah Pusat. Dalam Peta Indikatif Perhutanan Sosial (PIAPS), Riau mendapat alokasi perhutanan sosial seluas 629.000 hektar. Hingga februari 2025, capaian Perhutanan Sosial Riau hanya 180.000 hektar, kurang dari 30% dari alokasi yang ada.
“Gubernur Riau perlu mendorong perluasan perhutanan sosial agar terwujud pengelolaan sumber daya alam yang berkeadilan dan mengurangi ketimpangan penguasaan lahan, salah satunya dengan segera memperbarui SK Pokja PPS,” tutup Besta.