Perkumpulan Elang bersama masyarakat Kampung Teluk Lanus mengajukan usulan perhutanan sosial melalui skema Hutan Kemasyarakatan (HKm) dengan luas ± 2010 hektar di wilayah administrasi Kampung Teluk Lanus, Kabupaten Siak, Provinsi Riau. Usulan ini bertujuan untuk memberikan akses pengelolaan hutan kepada masyarakat setempat, memperkuat kemandirian ekonomi, dan menjaga kelestarian lingkungan.
Kampung Teluk Lanus memiliki luas wilayah ± 27.452,02 hektar yang mencakup beberapa fungsi kawasan, termasuk Hutan Produksi Tetap (HP) seluas ± 14.758,98 hektar. Sebagian besar lahan dikuasai oleh pihak ketiga, sementara penguasaan masyarakat terhadap lahan sangat minim. Dalam konteks ini, masyarakat merasa perlu mengajukan skema perhutanan sosial sebagai cara untuk memperkuat hak kelola, meningkatkan penghidupan, dan menjaga keberlanjutan ekosistem.
Adapaun tahapan – tahapan yang dilakukan untuk pengajuan proses Perhutanan sosial ini
Sosialisasi dan Kesepakatan Masyarakat
Perkumpulan Elang memfasilitasi sosialisasi dengan masyarakat Kampung Teluk Lanus pada 27 Juni – 3 Juli 2024. Melalui diskusi dan musyawarah, masyarakat dan pemerintahan kampung sepakat mengajukan perhutanan sosial dengan skema Hutan Kemasyarakatan (HKm).
Pemetaan Wilayah Usulan
Dari 22 hingga 28 Juli 2024, dilakukan pemetaan wilayah dengan metode ground check dan pengambilan titik koordinat di lapangan. Proses ini melibatkan kelompok tani, masyarakat, dan perangkat desa. Hasil pemetaan menunjukkan area yang diajukan memiliki luas ± 2010 hektar, terletak di Hutan Produksi Tetap yang tidak dibebani izin.
Pembentukan Kelompok Tani Hutan
Pada 30 September 2024, masyarakat membentuk Kelompok Tani Hutan (KTH) dengan nama “Mutiara Lanustika”. Struktur kepengurusan kelompok ini meliputi peran-peran strategis, seperti pelindung, penasihat, ketua, sekretaris, bendahara, serta beberapa seksi yang bertanggung jawab atas aspek keamanan, pengawasan, rehabilitasi, dan pemanfaatan jasa lingkungan.
Penyusunan dan Pengajuan Berkas
Perkumpulan Elang mendampingi KTH Mutiara Lanustika dalam pembuatan berkas permohonan, termasuk peta wilayah, surat permohonan, dan pakta integritas. Pengajuan ini dikirimkan ke KPH Tasik Besar Serkap dan POKJA Percepatan Perhutanan Sosial Provinsi Riau pada awal Oktober 2024, Bupati Siak, BPSKL dan Kementrian Kehutanan.
Selama proses pengajuan, terdapat kendala dari KPH Tasik Besar Serkap yang menolak memberikan rekomendasi pengajuan, dengan alasan bahwa area tersebut telah diajukan sebagai Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu (PBPH) pada tahun 2023. Meski begitu, Perkumpulan Elang tetap berkoordinasi dengan Pokja Perhutanan Sosial Riau dan instansi terkait agar wilayah tersebut diprioritaskan untuk perhutanan sosial, bukan PBPH, sesuai dengan ketentuan dalam Peta Indikatif Areal Perhutanan Sosial (PIAPS).
Adam, selaku manajejer kampanye dan Publikasi Perkumpulan Elang, menyatakan:
“Pengelolaan hutan berbasis masyarakat adalah kunci untuk menciptakan keadilan akses lahan bagi masyarakat lokal. Kami percaya bahwa skema perhutanan sosial ini bukan hanya upaya perlindungan hutan, tetapi juga investasi sosial yang berdampak langsung pada penghidupan masyarakat. Perkumpulan Elang berkomitmen untuk terus mengawal proses ini hingga tercapai keadilan pengelolaan lahan bagi warga Kampung Teluk Lanus.”
Adapun Rusdianto, Ketua Kelompok Tani Hutan Mutiara Lanustika, menambahkan:
“Kami berharap pengajuan ini dapat diterima dan disetujui. Dengan adanya pengelolaan hutan berbasis masyarakat, kami ingin memiliki lahan cadangan yang bisa digunakan untuk pertanian dan pengelolaan hasil hutan secara berkelanjutan