Close

KPH Tasik Besar Serkap Gagal Paham Kebijakan Perhutanan Sosial

Perkumpulan Elang sangat menyayangkan pernyataan Kepala UPT KPH Tasik Besar Serkap (TBS), Andri, S.Hut dalam pertemuan bersama Kesatuan Pengelola Hutan (KPH) se Riau yang diselenggarakan pada Kamis, 24 Februari 2022 di Pekanbaru. Dalam pertemuan tersebut Andri menyatakan bahwa KPH TBS selama ini telah bersusah payah mengeluarkan masyarakat dari dalam kawasan hutan dengan berbagai program, sementara NGO justru mengarahkan masyarakat ke dalam kawasan hutan melalui program Perhutanan Sosial. Hal ini membuat KPH TBS menurut andri kerap sekali berseberangan dengan NGO yang katanya disibukkan dengan program Perhutanan Sosial (PS).

Perkumpulan Elang menilai pernyataan Andri tersebut bertentangan dengan komitmen Presiden Jokowi untuk membagikan akses Perhutanan Sosial kepada masyarakat seluas 12,7 hektar. Andri tidak paham dengan tujuan perhutanan sosial yang merupakan salah satu program andalan pemerintahan Jokowi dalam menjawab ketimpangan akses kelola sekaligus upaya mempertahankan kelestarian hutan, sehingga ia menganggap dengan diberikan izin perhutanan sosial kepada masyarakat menjadi penyebab berkurangnya tutupan hutan. Di samping itu sebagai pejabat di lingkup pemerintahan Provinsi Riau, Andri juga telah menentang komitmen Gubernur Riau, meningkatkan pencapaian reforma agraria berupa perhutanan sosial dan TORA yang tercantum dalam program kerja 100 hari Syamsuar menjabat sebagai Gubernur.

Direktur Perkumpulan Elang, Janes Sinaga mengatakan bahwa perhutanan sosial merupakan solusi dari pemerintah untuk mengatasi kesenjangan akses kelola kawasan hutan yang menjadi pemicu konflik masyarakat dengan perusahaan. “Hal ini dapat dilihat pada ekosistem Semenanjung Kampar dimana dari luasan kawasan hutan kurang lebih 700 ribu hektar, lebih dari setengahnya dikuasai oleh perusahaan yang memicu berbagai konflik tenurial dengan masyarakat seperti yang kita dampingi di Desa Dosan, kabupaten Siak,” kata Janes. Janes menambahkan, pernyataan yang menganggap pemberian akses kelola hutan kepada masyarakat sebagai dalang dari berkurangnya tutupan hutan adalah tidak tepat. “Kebijakan memberi ruang kelola kepada masyarakat di kawasan hutan melalui perhutanan sosial akan menjaga tutupan hutan tetap beragam. Karena kebudayaan, pengetahuan dan sistem pengelolaan masyarakat di Riau tidak ada yang merubah tutupan hutan menjadi monokultur, dan kebijakan perhutanan sosial juga tidak mengarahkan masyarakat untuk pengelolaan nya dengan tanaman monokultur. Jadi akan sangat bertolak belakang dengan semangat pemerintah saat ini apabila ada seorang kepala KPH masih berpikir untuk mengeluarkan masyarakat dari kawasan hutan dan menolak masyarakat untuk mendapatkan akses kelola kawasan hutan,” lanjut Janes.

Terkait pengelolaan izin Perhutanan Sosial yang dimiliki oleh mayarakat, Perkumpulan Elang mendorong KPH untuk aktif memberikan dampingan, pemantauan maupun pengendalian kepada masyarakat pemegang izin di wilayah kerjanya, sesuai tugas pokok KPH. “Harusnya KPH mendorong masyarakat pemegang izin untuk melakukan pengelolaan hutan secara lestari. Berikan dampingan dan saran agar masyarakat paham, bukan justru ingin mengusir masyarakat dari kawasan hutan. Terlebih di Provinsi Riau keterkaitan masyarakat dengan hutan itu sangat erat,” tutup Janes.

Related Posts